Minggu, 15 November 2009

PUTERI DAN KACANG POLONG

Pada suatu ketika hiduplah seorang pangeran. Sang pangeran telah mengembara menjelajahi sudut-sudut negeri untuk mencari putri yang pantas disuntingnya, ia mendamba seorang putri sejati sebagai sandingannya. Sayang seribu sayang, tak ditemuinya putri sejati di negeri sendiri. Maka berangkatlah ia melayari tujuh samudera dan tujuh daratan, mencari putri dambaan. Sesekali tertambatlah hatinya pada putri-putri yang dijumpainya dalam perjalanan, namun selalu saja ada yang tak dikenannya dari mereka. Tak pernah hatinya berkata yakin ‘Ini dia seorang putri sejati’, selalu ada ganjalan yang membuatnya terus mencari dan mencari. Sang pangeran kembali pulang dengan hati berat, karena telah diikrar pada diri sendiri bahwa hanya pada seorang putri sejatilah akan dipersembahkan janji setianya.
Suatu sore mengamuklah hujan badai di ibu kota kerajaan. Petir berkilatan, guntur bersahutan, dan hujan begitu lebat bak langit dicurahkan habis – begitu dahsyat dan menakutkan! Tiba-tiba terdengarlah suara ketukan di pintu istana. Begitu tergesa dan meminta ketukan itu kedengarannya, sampai-sampai sang raja sendiri yang tergopoh membukakan pintu. Seorang putri berdiri di muka pintu. Ah .. ah .. betapa menyedihkan keadaanya!! Butir-butir air masih berlomba menetes dari ujung-ujung rambut. Pakaiannya kuyup hingga ke ujung sepatu. Matanya sayu, mukanya kuyu. Susah untuk percaya bahwa ia seorang putri.
Maka para penghuni istana pun saling berbisik meragukan pengakuan tamu tak diundang itu. “Ah, rasa-rasanya tak mungkin seorang putri tertinggal sendiri di luar di tengah malam badai seperti ini”, yang seorang berkata pada yang lain. Namun si gadis yang telah diundang masuk itu tetap berkukuh pada pengakuannya, “Aku adalah seorang putri, putri sejati.”
Terkesiap mereka yang dari awal sudah ragu demi mendengar pengakuannya sebagai putri sejati. Bisik-bisik tambah keras. Beberapa tertawa sinis.
“Baiklah, mari kita uji dia”, putus sang ratu. Tanpa memberi tahu si jelita yang masih sibuk menghangatkan diri, sang ratupun mengutus para dayang untuk menyiapkan kamar tamu kerajaan. Persiapan bukan sembarang persiapan, sang ratu memerintahkan agar sebutir kacang polong diletakkan di atas tempat tidur kamar tamu, lalu dua puluh matras tidur dan dua puluh kasur bulu angsa mesti diletakkan di atasnya. Kau mungkin tak tahu, tapi di jaman itu, kasur bulu angsa adalah kasur terbaik yang bisa diharapkan seeorang. Ia lembut dan empuk, sungguh nyaman berbaring di atasnya.
Malampun berlalu, dan sang putri tidur di kamar yang telah disiapkan itu.
Keesokan paginya, sang ratu bertanya “Lelapkah kau tidur malam tadi?”. “Oh, sungguh tidak!” sahut putri, “Sulit sekali memejamkan mata sedetikpun! Entah apa yang salah dengan tempat tidurku, seperti ada sesuatu yang mengganjal di punggungku. Pegal sekujur badanku jadinya!”
Ohoy, betapa takjub mereka yang mendengar. Tahulah mereka sekarang, bahwa tamu tak diundang malam tadi benarlah seorang putri, seorang putri sejati, karena ia dapat merasakan kacang polong di bawah dua puluh matras tidur dan dua puluh kasur bulu angsa. Hanya seorang putri sejatilah yang sesensitif itu ...
Maka akhirnya, menikahlah sang pangeran dengan putri tersebut. Seseorang yang ia yakin benar adalah seorang putri sejati. Dan kacang polong yang dipakai menguji sang putri malam itu? Kacang itu masih tersimpan sampai sekarang di museum ibu kota, mudah-mudahan saja tak ada seorangpun yang berniat mencurinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar